Minggu, 30 Juni 2013

ASAL MULA SELAT BALI


ASAL MULA SELAT BALI

Pada jaman dulu di kerajaan Daha hiduplah seorang Brahmana yang benama Sidi Mantra yang sangat terkenal kesaktiannya. Sanghyang Widya atau Batara Guru menghadiahinya harta benda dan seorang istri yang cantik. Sesudah bertahun-tahun kawin, mereka mendapat seorang anak yang mereka namai Manik Angkeran.
Meskipun Manik Angkeran seorang pemuda yang gagah dan pandai namun dia mempunyai sifat yang kurang baik, yaitu suka berjudi. Dia sering kalah sehingga dia terpaksa mempertaruhkan harta kekayaan orang tuanya, malahan berhutang pada orang lain. Karena tidak dapat membayar hutang, Manik Angkeran meminta bantuan ayahnya untuk berbuat sesuatu. Sidi Mantra berpuasa dan berdoa untuk memohon pertolongan dewa-dewa. Tiba-tiba dia mendengar suara, "Hai, Sidi Mantra, di kawah Gunung Agung ada harta karun yang dijaga seekor naga yang bernarna Naga Besukih. Pergilah ke sana dan mintalah supaya dia mau mernberi sedikit hartanya."

Sidi Mantra pergi ke Gunung Agung dengan mengatasi segala rintangan. Sesampainya di tepi kawah Gunung Agung, dia duduk bersila. Sambil membunyikan genta dia membaca mantra dan memanggil nama Naga Besukih. Tidak lama kernudian sang Naga keluar. Setelah mendengar maksud kedatangan Sidi Mantra, Naga Besukih menggeliat dan dari sisiknya keluar emas dan intan. Setelah mengucapkan terima kasih, Sidi Mantra mohon diri. Semua harta benda yang didapatnya diberikan kepada Manik Angkeran dengan harapan dia tidak akan berjudi lagi. Tentu saja tidak lama  kemudian, harta itu habis untuk taruhan. Manik Angkeran sekali lagi minta bantuan ayahnya. Tentu saja Sidi Mantra menolak untuk membantu anakya.

Manik Angkeran mendengar dari temannya bahwa harta itu didapat dari Gunung Agung. Manik Angkeran tahu untuk sampai ke sana dia harus membaca mantra tetapi dia tidak pernah belajar mengenai doa dan mantra. Jadi, dia hanya membawa genta yang dicuri dari ayahnya waktu ayahnya tidur.
Setelah sampai di kawah Gunung Agung, Manik Angkeran membunyikan gentanya. Bukan main takutnya ia waktu ia melihat Naga Besukih. Setela
 

Kisah Semut Dan Kepompong

Kisah Semut Dan Kepompong 

 

Dikisahkan ada sebuah hutan yang sangat lebat, tinggallah disana bermacam-macam hewan, mulai dari semut, gajah, harimau, badak, burung dan sebagainya. Pada suatu hari datanglah badai yang sangat dahsyat. Badai itu datang seketika sehingga membuat panik seluruh hewan penghuni hutan itu. Semua hewan panik dan berlari ketakutan menghindari badai yang datang tersebut.

Keesokan harinya, matahari muncul dengan sangat hangatnya dan kicauan burung terdengar dengan merdunya, namun apa yang terjadi? banyak pohon di hutan tersebut tumbang berserakan sehingga membuat hutan tersebut menjadi hutan yang berantakan.

Seekor Kepompong sedang menangis dan bersedih akan apa yang telah terjadi di sebuah pohon yang sudah tumbang. "Hu..huu...betapa sedihnya kita, diterjang badai tapi tak ada tempat satupun yang aman untuk berlindung..huhu.." sedih sang Kepompong meratapi keadaan.

Dari balik tanah, muncullah seekor semut yang dengan sombongnya berkata "Hai kepompong, lihatlah aku, aku terlindungi dari badai kemarin, tidak seperti kau yang ada diatas tanah, lihat tubuhmu, kau hanya menempel di pohon yang tumbang dan tidak bisa berlindung dari badai" kata sang Semut dengan sombongnya.

Si Semut semakin sombong dan terus berkata demikian kepada semua hewan yang ada di hutan tersebut, sampai pada suatu hari si Semut berjalan diatas lumpur hidup. Si Semut tidak tahu kalau ia berjalan diatas lumpur hidup yang bisa menelan dan menariknya kedalam lumpur tersebut.

"Tolong...tolong....aku terjebak di lumpur hidup..tolong", teriak si semut. Lalu terdengar suara dari atas, "Kayaknya kamu lagi sedang kesulitan ya, semut?" si Semut menengok ke atas mencari sumber suara tadi, ternyata suara tadi berasal dari seekor kupu-kupu yang sedang terbang diatas lumpur hidup tadi.

"Siapa kau?" tanya si Semut galau. "Aku adalah kepompong yang waktu itu kau hina" jawab si Kupu-kupu. Semut merasa malu sekali dan meminta bantuan si Kupu-kupu untuk menolong dia dari lumpur yang menghisapnya. "Tolong aku kupu-kupu, aku minta maaf waktu itu aku sangat sombong sekali bisa bertahan dari badai cuma hanya karena aku berlindung dibawah tanah". Si kupu-kupu akhirnya menolong si Semut dan semutpun selamat serta berjanji ia tidak akan menghina semua makhluk ciptaan Tuhan yang ada di hutan tersebut.

 

Cerita Anak Kos: Dari Bunker, Papan Absen sampai Teriakan a la Tarsan

Cerita Anak Kos: Dari Bunker, Papan Absen sampai Teriakan a la Tarsan

 

Setiap anak kos selalu punya cerita yang aneh-aneh. Kemarin saya baca postingan mbak Find Leilla yang katanya ngekos sama kutu buku, sampai lihat adegan Surti-Tejo dibalsem alias di balik semak. Nah yang mau saya ceritakan sekarang ini juga cerita jaman saya ngekos di Malang dulu. Berhubung saya ngekos di Malang selama enam tahun, kemungkinan ceritanya bakalan panjang. Jadi siap-siap bosan ya!
Kos di Gua
Kos-kosan saya di Malang berlokasi di daerah Dinoyo, tepatnya di depan KPN Unibraw. Kalau yang Arema pasti tahu lah yang namanya kos-kosan Sinbraw alias Sinar Brawijaya. Entah apa hubungannya dengan Universitas Brawijaya dan pencahayaan di dalam kampus Unibraw sampai pakai kata ’sinar’ segala, yang jelas kos-kosan ini lumayan terkenal.
Terkenalnya kos-kosan ini menurut saya karena tempatnya uang unik. Kalau biasanya rumah itu bertingkat ke atas, ini tingkatnya ke bawah. Dari jalan raya saya musti jalan turun mungkin ada sih, kalau sekitar dua puluh meteran dari jalan raya ke ruang tamu kos-kosan. Jangan dibayangin saya musti wall climbing kalau mau kuliah. Nggak. Karena jalannya landai. Tapi ya itu tadi, jadi berasa kos di gua. Meski nggak gelap-gelap banget karena kebetulan saya justru dapet kamar yang paling bawah dan ngadep ke Timur tapi tetep aja, teman-teman selalu mengatakan saya kos di Gua Selarong. Padahal setahu saya Gua Selarong bukan di Malang kan ya? Kalau pun bukan Gua Selarong, mereka selalu bilang yang saya tempati itu bukan kos-kosan tapi bunker. Ada-adaaa…..aja!
Bukan cuma itu uniknya. Kos-kosan ini adalah kos-kosan, yang menurut saya punya penghuni terbanyak saat itu. Di tempat ini ada tiga blok. Masing-masing blok ada sekitar 20 an kamar. Rata-rata sih dihuni sendiri. Tapi ada juga yang berdua. Jadi kalau dihitung-hitung, penghuni seluruh kos-kosan ada seratusan. Itu yang resmi. Belum lagi kalau ada adik, atau keluarga yang datang dan numpang menginap. Jumlah penghuni bisa membengkak. Dan ini biasa terjadi menjelang UMPTN kalau sekarang namanya apa ya….mmmm SNMPT kalau gak salah!
Satu lagi. Setiap tahun, usai acara MOS atau OPSPEK atau apa lah namanya digelar, selalu ada acara penyambutan penghuni baru. Yah, sekedar pesta kecil-kecilan, seru-seruan dan sedikit makan agak mewah. Penyelengara biasanya adalah angkatan sebelumnya dibantu penghuni lain. Jadi kalau yang dipestain anak angkatan 92 ya anak 91 yang masak-masak dibantu penghuni lainnya. Dan acara ini lumayan efektif untuk mendekatkan satu sama lain, mengingat setiap penghuni punya acara dan aktivitas yang beda. Dan acara ini adalah keaempatan untuk kumpul bareng, saling mengenal antara anak lama dan baru. Memang bukan jaminan untuk lantas lengket macem prangko. Tapi setidaknya kami saling mengenal mulai dari blok A hingga C. Entahlah, kebiasaan ini masih ada atau tidak sekarang.
Daftar Absensi dan Teriakan a la Tarsan
Berhubung kos-kosan guede banget dan tamu nggak boleh masuk kamar kecuali cewek, maka di ruang tamu ada bel. Dan setelah memencet bel, tamu akan ditanyai sama pembantu kos merangkap satpamwati(hihi istilahnya nggak banget) dia mau cari siapa. Setelah menyebutkan nama dan fakultasnya, maka pembantu ini akan teriak a la Tarsan menyebutkan nama penghuni berikut nama fakultasnya. Penting nggak sih nama fakultas dibawa-bawa? Penting banget! Soalanya penghuninya hampir dari semua fakultas dan ada beberapa yang sama. Jadi musti lengkap. Misalnya kalau mau cari saya ya musti bilang Nunik Peternakan soalnya ada Nunik yang D1 Komputer.
Nah kalau si penghuni ada, maka dia juga musti cepat menjawab ada dengan teriakan a la Tarsan pula atau akan segera dikatakan pada si tamu bahwa dia lagi pergi. Atau mungkin harus ada yang berbaik hati melihat ke kamar apakah sang penghuni sedang tidur atau sedang sholat kalau dia muslim. Trus gimana tahunya kalau si penghuni ini ada? Papan absensi!
Ya. Ada papan absendi di kosan saya dulu. Dan yang tertera di papan adala Nama, Blok dan Nomor Kamarnya dan Fakultasnya apa. Atau kalau kebetulan dia kuliah bukan di Unibraw akan ditulis nama Perguruan Silatnya eh Perguruan Tingginya. Papan ini juga dilengkapi kantong yang diisi kartu yang bisa dibolak balik dengan tulisan ADA, KULIAH, KELUAR, PULANG. Si penghuni wajib membalik kartu sesuai kegiatan yang dia kerjakan. Apakah mau KULIAH, KELUAR means hang out, ke rumah dosen dll, PULANG means pulang kampung atau dia lagi hibernasi alias cuma di kos-kosan doang yang berarti ADA. Jangan sampai kejadian lupa membalik kartu. Karena resikonya akan jadi bahan ‘bullyan’ satu kos-kosan karwna dianggap nyusahin.
Makanan Murah itu Sesuatu
Yang namanya anak kos, selalu mencari cara bagaimana supaya ngirit. Jaman dulu, jatah saya sebulan Rp 100.000,- yang harus cukup sampai satu bulan mulai untuk beli makan, keperluan harian macem sabun mandi sampai bensin untuk motor RC 100 saya. Bahkan kalau bisa sih sekalian untuk ongkos pulang kampung akhir bulan saat ngambil jatah. Sayangnya kebanyakan nggak cukup karena selalu saja ada keperluan yang diluar dugaan, sehingga terpaksa uang bulanan ditransfer dan pulang kampung gagal!
Nah, salah satu cara menghemat pengeluaran adalah dengan selektif memilih makanan. Selektif maksudnya bukan memilih makanan yang sehat dan nutrisinya tinggi. Tapi selektif adalah tahu dimana bisa beli makanan murah…haha! Jaman saya dulu, beli Nasi Padang seharga tiga ribu rupiah itu harus mikir dulu. Karena sudah pasti bakalan ngorbanin jatah makan berikutnya. Biasanya saya makan paling mahal hanya seharga seribu lima ratus di warung sebelah kos-kosan. Itu sudah mewah banget karena pakai Ayam atau Telor dan kadang ikan. Harga segitu pun kadang maaih ditimbang lagi jika punya pilihan lain yang lebih murah, meskipun harus jalan agak jauh ke ‘pedalaman’ Dinoyo. Masuk gang-gang gitu maksudnya.
Nah, kalau mau makan murah, biasanya saya beli nasi jagung(apa pecel ya? lupa!)di samping Dinoyo Teater. Sebungkus cuma lima ratus rupiah kalau ditambah dua gorengan atau beberapa keping kerupuk jadi seribu. Tapi beli makan murah pun bukan tanpa resiko. Seringkali mereka yang males leluar jadi pada nitip. Saya maklumi jika yang nitip ini karena mereka masih mau ke gereja(biasanya saya belinya hari Minggu aja), tapi yang nggak ngapa-ngapain pada nitip juga kan kebangetan to? Pernah di satu hari Minggu, saya beli nasi cuma sebungkus, tapi titipannya sebelas bungkus. Belum lagi kalau nitipnya masih pakai pesan sponsor. Nggak pakai ini, nggak pakai itu, cambahnya yang banyak bla…bla…bla….pokoknya ngeselin. Dan apesnya lagi, mereka jarang ada yang mau kalau saya titipin. Tapi berhubung saya ini teman nyang baik, yach, dianiaya dikit tak apa lah.*sambil ngasah golok*
Tidur di Luar
Waktu pertama masuk kos-kosan, saya dipatok harga 450 ribu untuk sewa kamar kos setahun. Hitungannya, setiap bulan saya musti bayar 37500 rupiah saja. Biaya yang cukup murah untuk kamar besar 3×3 lantai keramik putih bersih, bebas pakai listrik dan air juga suasana yang nyaman. Suasana nyaman penting lho untuk mendapatkan kebetahan di sebuah tempat untuk jangka waktu lama. *duh, mau bilang kerasan aja susah banget sih*
Nah, di tahun 96, ada kabar kalau si pemilik bakal menaikkan uang kos dari 450 per tahun jadi 600 per tahun. Bapak saya sih sebetulnya nggak keberatan, tapi saya yang nggak mau. Apalagi di tahun itu saya juga udah mulai PKL dan nyusun proposal skripsi yang pastinya butuh biaya banyak. Selain itu saya juga mulai berpikir bahwa kamar ukuran 3×3 terlalu luas, sehingga saya ingin mencari tempat yang lebih kecil.
Nah pas lagi seru-serunya hunting kos-kosan baru, seorang teman sekelas cowok dateng ke kos-kosan. Dia bawa informasi soal kos-kosan yang katanya murah.
“Serius ada kos-kosan murah?” tanya saya nggak sabar.
“Yo’i. Di sana sebelah rental komputer Siluet” katanya muanteb. Harap dicatat, jaman itu kalau mahasiswa bisa punya PC sendiri maka dia dianggap golongan borjuis alias kuaya ruaya banget. Dan itu jarang terjadi. Sehinggga rental adalah dewa penolong.
“Terus sebulan kena berapa? Fasilitasnya?”
“Dua lima aja. Fasilitas standard lah. Listrik air bebas sama yang spesial makan di dalam” makan di dalam maksudnya ngekos sekalian dapet makan dengan harga tersebut.
“Eh murah banget! Anterin donk! Aku mau liat kamarnya” kata saya antusias. Soalnya kalau bisa kos yang include makan itu sesuatu banget.
“Liat kamar? Emang tadi aku bilang ada kamarnya?”
“Lha terus maksudnya?!”
“Kamu emang makannya di dalem, tapi tidur di luar! Haha….!” dia ketawa ngakak sementara saya geram karena baru nyadar kalau dikerjain. Emangnya mau kemah?!
Akhirnya saya dapet kos-kosan baru di daerah Sengkaling, dekat kampus Universitas Tegalgondo alias kampus terpadu Unmuh Malang. Di sana pun banyak kejadian mulai dari berantem sama temen kos, jadi saksi maling beroperasi di kos-kosan, jadi tempat curhat teman broken home dan hamil di luar nikah, ampe pengalaman merukyah teman kesurupan. Semuanya berkesan dan akan saya ingat sampai kapan pun.

Penghuni Kamar no. 5 dan Mie Instan.



Penghuni Kamar no. 5 dan Mie Instan.


Bagi seorang anak kos, yang namanya mie instan itu pasti menjadi sahabat setia sehidup semati.. Bisa hidup gara-gara makan mie instan, dan bakalan mati kalo gak ada mie instan.. sampe ada peribahasa khusus anak kosan begini :

-Tak ada nasi, mie instan pun jadi-
-Ada mie instan, Ada anak kosan-
-Mangkuk mie instan dicinta, anak kosan tiba-
-Mie instan beriak (bergejolak), tanda udah matang-
-Sedikit demi sedikit, lama-lama teteeeup mie instan-

diambil dari buku peribahasa "anak kosan dan mie instan".

Saya sadar kenapa mie instan jadi sahabat setianya anak kos, soalnya MURAH!. dan anak kos suka yang murah-murah..apalagi gratisan. Tapi, walopun anak kos itu identik ama mie instan, saya sebeeel banget sama yang namanya mie instan apapun bentuknya apapun mereknya. Semenjak saya dateng di kosan ini, saya benar-benar menhindari makan mie instan di Kosan. Soalnya ada kejadian yang bener-bener membuat saya ilfeel tentang mie instan ini. Begini ceritanya..
Sebulan setelah saya menghuni kamar no 5 ini, datanglah penghuni baru yang menempati kamar no 3.. (yang namanya kamar no 3 dan 6 itu letaknya ditengah-tengah -dan termasuk dihindari, entah kenapa). Sebut saja namanya Bejo. Di kos saya nggak ada dapur buat masak, tapi ada fasilitas air mineral dalam dispenser panas-dingin *masuk angin ini dispensernya* yang disediain ama ibu kos.. Entah gara-gara super kreatifnya si bejo ini, pada suatu waktu saya nemuin dia lagi merendam mie instan (yang kemasan plastik -bukan cup) dalam panci trus dituangin pake air panas dari dispenser.

Saya = "Lagi ngapain jo?"
Bejo = "Masak Mie Instan.."
Saya = "oo.. lah koq masaknya gitu.."
Bejo = "Soalnya nggak ada kompor sih, mumpung ada air panas.."
Saya = oo...*manggut-manggut*

saya tinggalin Bejo dengan mie instannya.. Tapi, entah mungkin si Bejo lupa atau karena sambil nyambil ngapa-ngapain, rendaman mie instan itu ditinggalin gitu aja. Pas saya mau ke kamar mandi, nyadar.. kalo rendaman mie instan itu belon dimakan.. Bisa bayangin mie instan yang lama direndem, jadi bengkak-bengkak gitu.. lembek.. mirip cacing gendut..warnanya udah nggak kuning lagi tapi jadi putih-putih.. hiiy *saya paling sebel liat mie instan yang kelamaan dimasak*

Saya = "Jooo...ini mie instan kamu belon dimakan?"
Bejo = "Astaga..lupaa..." langsung lari ke mie instan dan buru-buru menyantapnya.

saya ngeri liat cacing-cacing gendut itu masuk ke mulut si bejo... yaikss nggak bisa bayangin deh rasanya kek gimana.. begidik ngeri pokoknya *buru-buru ngibrit* (sekali lagi saya tegaskan, saya benci liat mie instan yang kelamaan dimasak). Masalahnya bukan itu aja, beberapa jam kemudian pas mau mandi (kamar mandi berdekatan ama tempat cuci piring), saya nginjek sesuatu yang dingin, lembek, lengket dan berlendir... dan ternyata adalah sisa mie instan si Bejo tadi... huaaaa.... *mie instan fobia*. Langsung cuci kaki, mandi wajib, 7 kali gebyur yang sekali dicampur pake tanah.. *kek kena najis aja*.
Kebiasaan Bejo ngerendem mie instan ini ternyata sudah membloody-meat (kata Cipu artinya mendarah daging). Dan masalahnya lagi adalah, aer mineral dispenser itu cepet banget abisnya gara-gara kebiasaan si Bejo ini. Kebiasaan anak kos yang paling dihindari tuh adalah : mengganti galonan aer mineral di dispenser plus giliran buang sampah!, jadi dengan kebiasaan Bejo makan mie instan ini..kebiasaan ngganti galon tuh semakin cepat rotasinya. Alamaak.. mana badan saya kurus lagi, males banget suruh angkat galonan kayak gitu.. separuh berat badan saya bo!. Ini yang makan siapa, yang kena siapa... Semenjak saat itu saya nggak mau lagi makan mie instan kalo di kosan.. tapi anehnya kalo beli di luar atau makan di rumah (di Jogja) tetep doyan tuh.. hehehe..

Legenda Rakyat Bali : Putri Ayu

Legenda Rakyat Bali : Putri Ayu

Pada zaman dahulu, ratusan tahun yang lalu, Raja Surakarta mempunyai empat orang anak. Keempat anak itu selalu tinggal di dalam Istana. Pada suatu hari ketika mereka sedang bercengkrama di Tamansari, mereka mencium bau harum, bau harum aneh yang sama sekali belum pernah dicium selama hidupnya. Mereka amat tertarik akan bau itu sehingga ingin mencari sumbernya.
Mereka berjalan ke arah timur, menyusuri pantai utara.
Mereka terus berjalan kea arah timur, bahkan sampai menyebrangi pulau Bali. Mula-mula mereka menginjak perbatasan pulau Bali sebelah timur, yaitu antara desa-desa Culik Karangasem dan Buleleng. Disini keempat putra raja itu mencium bau yang lebih harum lagi. Bau harum itu makin bertambah ketika mereka tiba di daerah Batur.
Mereka berjalan terus tanpa menghiraukan rintangan dan halangan alam. Tentu saja mereka keluar masuk hutan belantara yang amat lebat dan susah dilalui. Harus berkelahi dengan binatang buas, seperti harimau dan ular.
Setibamya di kaki selatan Gunung Batur, putri Bungsu memutuskan untuk berdiam di Pura Batur di lereng gunung Batur.
“Aku senang melihat daerah ini” kata Putri Bungsu. “Pemandangan alamnya sungguh mempesona. Aku ingin tetap tinggal disini. Aku tidak mau meneruskan perjalananku Kanda. Izinkan aku!”
“Kalau memang itu kehendakmu, Dinda, silahkan engkau menetap di sini,” Jawab kakaknya yang tertua.
Kemudian putrid itu bergelar sebagai seorang Dewi, Ratu ayu Mas Maketeng namanya.
Ketiga saudara laki-lakinya melanjutkan perjalanan.
Kini mereka menyusuri tepi Danau Batur. Ketika mereka tiba di suatu tempat yang datar di sebelah barat daya danau, mereka mendengar suara kicauan seekor burung. Karena girangnya mendengar suara burung, saudara yang termuda berteriak-teriak.
“Hai burung bagus! Aku akan menangkapmu!”
Burung itu hinggap di dahan pohon yang rendah, namun ketika hendak di tangkap, tiba-tiba burung itu terbang tinggi.
Si adik berteriak-teriak memanggil si burung itu.
Kelakuannya membuat kakaknya yang tertua merasa malu dan geram lalu si kakak menghkumnya.
“Kau jangan ikut mengembara lagi, aku tidak suka melihat tingkah lakumu,” kata kakak yang tertu. “Engkau tidak pantas beserta kami”.
“Tidak…..” Aku harus ikut! Aku ingin terus mengembara, ingin tahu asal bau harum itu,” Jawab Adiknya sambil terus merengek minta ikut.
Kemudian kakaknya menyepak adiknya sehingga terjatuh bersila.
Setelah meninggalkan adikmnya yang berupa patung, kedua putra raja itu meneruskan pengembaraan mereka, menyusuri tepi danau Batur sebelah timur.
Ketika mereka tiba di suatu daerah lain, mereka menemukan dua orang wanita. Seorang diantaranya sedang mencara kutu di kepala yang lainnya.
Putra kedua merasa senang dengan kedua perempuan itu. sebab sudah lama mereka tidak bertemu dengan manusia.
Kerena girang bertemu manusia, putra kedua menyapa kedua wanita itu. perbuatan adiknya ini menimbulkan menimbulkan rasa tidak suka kakaknya.
“Engkau jangan ikut lagi” bentak kakaknya. “Perbuatanmu mengecewakan hatiku. Tidak pantas!”
“Aku ingin ikut terus. Aku tidak mau ditinggal sendiri disini. Tidak!” Rengek adiknya.
Akan tetapi si adik terus merengek, tetap ingin ikut terus. Akhirnya si kakak sangat marah lalu di sepaklah adiknya. Oleh karena sepakan yang keras itu, adiknya terjatuhtertelungkup. Dalam keadaan begitu si kakak meninggalkan adiknya dengan hati yang penuh kemarahan.
Setelah menimnggalkan adik-adiknya di desa-desa itu, putra sulu melanjutkan perjalanan kea rah utara, menyusuri pinggir timur Danau Batur yang amat curam. Akhirnya ia tiba di suatu daratan lagi.
Pada saat itu ia merasa kelelahan karena barusan menuruni tebing yang curam.
Ia ingin beristirahat, berteduh dibawah pohon yang rindang.
Namun niat beristirahat itu diurungkan. Sebab bau harum aneh yang mengusik jiwanya di tanah Jawa kini semakin kuat semerbaknya.
Ia merasa penasaran, lalu cepat berdiri dan melangkah mendekati seebuah pohon besar yang sangat menarimk perhatiannya.
Disana ia menemukan seorang gadis cantik yang sangat mempesona hatinya. Gadis itu sedang bersimpuh seorang diri di bawah pohon Taru Menyan.
Sementara bau harum semakin kuat dan seakan bergulung-gulung di tempat itu. ternyata pohon itulah yang menjadi sumber bau harum yang dicarinya selama ini.
Putri sulung itu terpana melihat gadis cantik yang bagaikan bidadari. Ia mengira gadis itu adalah seorang dewi, ia khawatir jika dewi itu segera terbang ke langit, maka cepat dihampirinya.
Bahkan lalu diperluknya sang dewi erat-erat. Tentu saja si gadis merasa sangat malu diperlakukan demikian, namun karena pada dasarnya ia merasa suka kepada putra sulung maka dia diam saja, dan memaafkan perbuatan pemuda itu.
“Wahai dewi jelita. Siapakah namamu? Tanya putra sulung. “Engkau ini manusia atau Bidadarikah?”
“Tuan, aku ini adalah manusia biasa. Jika tuan memang menyukai aku, lamarlah aku. Aku masih mempunyai kakak sebagai wakil dari orang tuaku.”
Kemudian ia menghadap kakak sang dewi untuk melamar dewi yang cantik itu. “Aku terima lamaranmu. Boleh adikku engkau jadikan isri asal engkau mau memenuhi syarat-syarat,” kata Kakak sang Dewi.
“Katkan padaku, syarat-syarat apasaja yang harus aku penuhi,” Jawabnya.
“Engkau harus bersedia dijadikan pimpinan Desa Truyan”.
“Saya bersedia! Katanya.
Karena putra sulung bersedia menerima tanggung jawab sebagai pemimpin desa maka lamarannya di terima.
Pesta perkawinan segera dilaksanakan dengan meriah.
Putra sulung hidup bahagia dengan isrinya. Ia memenuhi janjinya, segala ketrampilan dan pengetahuan bermanfaat, yang didapatkan di tamnah jawa, diajarkan kepada penduduk setempat. Sehingga tanah pertanian baik sawah maupun ladang di daerah itu menjadi subur.

Jumat, 14 Juni 2013

awal pertama membuat blog


 
                      contoh membuat artikel menggunakan gambar...

tugas yang sangat membingungkan

        Alhamdulillah akhirnya passwordku jadi juga, hanya karena untuk membuat blog ini sudah memakan waktu seminggu lebih semoga hari ini bisa selesai, aminnnn